Cita-Cita dari SD

Dari dulu aku bingung apa cita-citaku.

Pertama kali aku berpikir soal cita-cita adalah ketika SD, mungkin kelas 2 atau 3. Dulu, masing-masing dari kami diberi tugas untuk menuliskan apa cita-cita kami kelak. Aku yang saat itu always living the moment, yang kerjanya bangun - sekolah - main - pulang dipaksa untuk memikirkan ingin jadi apa diriku kelak.

Dari pekerjaan orang tua, sampai pekerjaan yang umum ditulis anak-anak lain, tidak ada yang membuatku tertarik dan berpikir “Aku ingin jadi ini kelak”. Hingga akhirnya setelah berpikir lama, ku putuskan untuk menulis “Guru”. Pekerjaan yang mulia, namun alasan ku pilih Guru itu simpel, ya karena di depan ku dan yang memberikan tugas adalah seorang Guru.

Sejak saat itu, dari aku SD sampai pertengahan SMA, jika ditanya soal cita-cita aku selalu menjawab guru. Tidak berubah hingga akhirnya mendekati masa ketika aku harus menentukan pilihan kuliah. Lagi-lagi, aku yang saat itu always living the moment, kembali dipaksa untuk berpikir mau jadi apa kelak.

Tentu saja aku terpikir untuk mengambil jurusan pendidikan, melihat “cita-cita” ku itu Guru. Tapi entah kenapa aku-nya kurang sreg, dan memutuskan untuk mencari jurusan lain. Dari teknik, MIPA, Bahasa sampai IT ku telusuri. Hingga ku putuskan untuk mengambil jurusan yang berhubungan dengan IT.

Alasan pilih IT? Simpel juga.

Dari SMP aku suka internet dan komputer. Hampir tiap hari aku dan teman-teman ku ke warnet untuk bermain game, atau berselancar ria di internet. Sampai kami dijuluki Anak OL (Anak OnLine) oleh teman-teman lainnya.

Hingga akhirnya aku diterima di jurusan SI (Sistem Informasi) di salah satu perguruan tinggi. Alasan aku pilih SI agak lucu juga, karena itu satu-satunya jurusan IT yang lagi buka di PT tersebut. Selain itu, aku masuk SI karena pernah dengar kalau Andrew Darwis itu jurusan SI. Kenapa Darwis? Ya karena pada saat itu aku suka dan sering pakai Kaskus, komunitas online yang dia bangun dan sedang jaya-jayanya saat itu.

Masih Bingung

Ketika matrikulasi kuliah, kembali muncul pertanyaan itu. Kami para mahasiswa baru ditanya apa sih cita-cita kami, dan kenapa pilih jurusan yang sekarang kami lalui. Satu persatu mahasiswa dipanggil ke depan untuk menyampaikan cita-cita dan alasan dia memilih jurusan tersebut. Aku pun kembali bingung, apa yang bakal ku sampaikan di depan.

Hingga akhirnya giliran ku tiba. Ketika sudah di depan, ku sampaikan kalau aku ingin bisa membuat website. Yak website.

Loh kok website?

Karena saat itu kepikiran Andrew dan Kaskus-nya, ku bilang aku terinspirasi dan ingin membuat website yang sejenis

Dari hari itu, sampai tahun terakhir ku di perkuliahan aku masih bingung mau jadi apa diriku kelak. Aku ga bisa membayangkan timeline dan jalur karir ku di masa depan. Ga perlu jauh-jauh, aku ketika ditanya di wawancara kerja dan presentasi akhir tahun kerja, dalam 5 tahun ke depan mau jadi apa aja masih bingung. Bisa dibilang, aku adalah orang yang tak punya ambisi atau mimpi.

Jadi, aku selalu kagum sama orang-orang yang bisa mem-visualisasikan diri mereka di masa depan kelak. Aku kagum dan salut sama mereka yang bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita mereka. Seperti, orang-orang yang dari kecil bercita-cita jadi dokter dan akhirnya berhasil menjadi dokter dan mengambil pendidikan spesialis. Atau seorang programmer yang menaiki tangga karir menjadi lead programmer sampai akhirnya jadi head of engineering. Atau seorang dosen yang akhirnya menjadi professor di bidang yang mereka kuasai. Mereka memiliki rencana, target dan ambisi yang sangat kuat.

Mungkin memang bagi sebagian orang, mimpi adalah kompas hidup. For me, a dream can change. Aku yang saat ini berprofesi sebagai programmer mungkin dalam beberapa tahun mendatang akan menjadi software designer atau malah berurusan dengan server dan jaringan atau memutuskan untuk melangkah di luar zona nyaman dengan menjadi penulis (siapa tau). Atau, mungkin saja aku akan menemukan kedamaian dalam hidup sederhana sebagai petani di pinggir desa, dengan pekerjaan sampingan crypto miner hahahah.

Seperti yang pernah dikatakan Conan O’Brien, “Whatever you think your dream is now, it will probably change, and that’s okay”.